3 Pelajaran Marketing yang Bisa Diambil dari Figur Sherlock Holmes

3 Pelajaran Marketing yang Bisa Diambil dari Figur Sherlock Holmes

Sebagai ultras garis keras serial tv BBC Sherlock, saya mengamini betul bahwa sosok karangan Sir Arhur Conan Doyle ini mempunyai segudang kemampuan luar biasa untuk memecahkan berbagai kasus yang ditanganinya. Tidak perlu menjadi seorang detektif untuk dapat terinspirasi oleh sherlock, bahkan menurut saya, segala kemampuan Sherlock bisa diaplikasikan dalam semua sendi kehidupan, misalnya untuk seorang yang sedang bergumul dengan dunia kewirausahaan berbasis digital. Banyak sekali pelajaran yang bisa diperoleh dari soulmate Dr, John Watson ini. Oleh karena itu, kali ini saya akan berbagi 3 tips marketing online ala Sherlock Holmes.

 

Diciptakan oleh seorang pengarang sekaligus dokter asal Skotlandia , Sir Arthur Conan Doyle, Sherlock Holmes yang pertama kali muncul pada tahun 1887 ini mungkin hanya sekadar tokoh detektif fiksi, tapi pengaruh budaya dan forensiknya cukup kuat baik melalui film, buku, dan komiknya. Kepribadian yang eksentrik dan metode deteksi yang terus berubah-ubah menjadi inspirasi para penggemar cerita detektif hingga lebih dari satu abad lamanya kini.

Holmes, sebutannya, adalah personifikasi dari pemikiran logis. Teorinya berlaku untuk semua yang kita lakukan sehari-hari dan telah menjadi tolok ukur penemuan sosial dan personal melalui pemikiran seseorang.

Cara Holmes memecahkan setiap misteri berlaku pula bagi para pemasar di media sosial. Ya, media sosial mungkin sudah menjadi bagian hidup, tapi bagi seorang marketer, platform ini tetap menyimpan banyak misteri yang perlu dipelajari.

 

1. Ilmiah

Holmes selalu mencari data-data sebelum dirinya menyimpulkan sesuatu, contohnya adalah ketika ia melakukan investigasi forensik sendiri pada jasad korban dalam kasusnya. Begitu pula pemasar yang berlaga di media sosial. Pemasar mungkin tidak bisa memahami reaksi dan ekspresi audiens. Apa yang didapat di media ini sifatnya tingkah laku online yang diwakili oleh angka statistik.

Para pemasar harus bisa mengekstrak angka-angka tersebut. Makanya, pemasar harus memiliki sistem yang bisa memproses dan mengukur angka-angka itu. Asumsi tanpa bukti data bisa merusak validitas.

 

2. Perhatikan Hal-Hal Kecil

Bagi Holmes hal-hal kecil sangatlah penting dalam menganalisa misteri, contohnya seperti saat menguak kepribadian John Watson hanya melalui telepon selulernya. Hal ini berlaku pula bagi pemasaran di media sosial. Menjadi ilmiah bukan berarti harus terpaku pada angka.

Terkadang ada perilaku-perilaku kecil di media sosial yang tak membutuhkan pengukuran. Misalnya, pilihan kata, warna situs, panjang artikel. Pemasar harus memerhatikan detail semacam itu ketika berhubungan dengan audiens. Hal-hal kecil seperti itu memengaruhi respon audiens terhadap situs atau bisnis di media sosial.

 

3. Amati Sekitar

Sebagai pemasar yang dituntut untuk menjelajahi internet, terkadang mereka tersandung pada hal-hal yang tidak terpikir sebelumnya untuk dimanfaatkan. Terkadang pemasar melihat pemasar lain melakukan sesuatu yang menarik audiens yang sebelumnya tak terpikir.

Seperti yang pernah dikatakan Holmes kepada Watson, “You see but you dont observe. The distinction is clear”. Oleh karena itu, coba lakukan pengamatan dan luangkan waktu untuk mencari tahu bagaimana ide-ide di sekitar kita bisa dieksploitasi untuk keuntungan bisnis.

 

Itulah kiranya beberapa kemampuan Tuan Holmes yang bisa kita aplikasikan saat memanfaatkan media sosial dalam aktifitas wirausaha. Akhir kata akan saya tutup dengan sebuah kutipan dari Sherlock Holmes, “What’s the point in being clever if you can’t prove it ?”

The Game is ON !

About The Author

irfan pradana

No Comments

Leave a Reply

THE MEDIA

WHO TALKING ABOUT US

ALWAYS HERE

CONTACT US

Our staff is happy to help you