Guru Memang tidak Berjasa

Guru Memang tidak Berjasa

Guru Memang tidak Berjasa

 

Karya : Rizky Rahma Dwi Putra

Orang tua adalah orang yang pertama kali mengajarkan kita berkata-kata, membaca, berhitung, bersosialisasi, etika dan hal-hal dasar lainnya. Orang tua adalah mereka yang berjasa, menyayangi kita setulus hati dan mengorbankan segalanya agar kehidupan kita selalu terjamin. Mereka tak jarang mentolerir berbagai kesalahan yang anaknya perbuat, serta tak lupa untuk senantiasa menasehati sang anak agar kelak menjadi pribadi yang baik.

 

Seiring bertambahnya usia, akan tiba saatnya di mana kita mememasuki jenjang pendidikan. Pada saat itu pula kita akan menemukan sosok orang tua yang baru. Sosok ini sering kita sebut dengan nama Guru. Seperti halnya orang tua di rumah, para guru mengajarkan kita berbagai macam hal, yang membedakannya dengan orang tua di rumah mungkin hanya tempat, serta ilmu pengetahuan yang diajarkan lebih mendalam. Berbagai macam pelajaran mereka ajarkan dengan penuh kesabaran, ketekunan, dan keikhlasan agar mudah dipahami oleh murid-muridnya. Hal ini lah yang membuat kenapa profesi sangat dihormati, bahkan mendapat jullukan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

 

Ada sebuah cerita yang menarik tentang begitu terhormatnya posisi guru ditempatkan di Jepang. Guru dan dokter mendapat panggilan kehormatan “Sensei” yang berarti “Mula-mula hidup” atau “yang dahulu selagi hidup” (orang yang tertua), karena tanpa guru suatu negara tidak akan mengalami kemajuan dalam pembangunan manusianya.

 

Cerita ini terjadi di Jepang pada perang dunia II. Pada saat itu setelah kota Hiroshima dan Nagasaki porak poranda karena bom atom yang diluncurkan oleh Sekutu, Kaisar Jepang Hirohito mengumpulkan para menteri dan petinggi negara lainnya, pertanyaan pertama yang muncul dari sang kaisar adalah, “Berapa banyak guru yang masih hidup?”. Pernyataan tersebut menunjukan betapa pentingnya peran guru dalam pembangunan sebuah negara. Setelah kekalahan pada PD II Jepang pun memulai kembali pembangunannya dengan visi pendidikan. Dan kita semua tahu apa yang terjadi kini , Jepang jauh lebih maju ketimbang negara-negara lainnya, bahkan cara pembelajaran Jepang dalam pendidikan diakui paling disiplin dan menjadi role model di dunia. Melalui pendidikan, Kaisar Hirohito berhasil mengembalikan Jepang seperti semula, bahkan lebih maju lagi.

 

Di Indonesia sendiri, sejarah yang menunjukan arti pentingnya peran guru dan pendidikan terjadi pada zaman kolonialisme Belanda, kala itu pada tahun 1912, semangat perjuangan bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan mulai tumbuh di kalangan guru-guru bangsa Indonesia. Hal itu ditunjukan dengan berdirinya sebuah organisasi bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB). Perjuangan semakin frontal dilakukan para guru saat itu dengan merubah nama PGHB menjadi PGI (Persatuan Guru Indonesia). Perubahan nama tersebut tidak disenangi Belanda karena adanya kata “Indonesia” sebagai bentuk kesatuan namun sebaliknya bagi guru-guru nama ini melambangkan semangat perjuangan persatuan Indonesia. Baru setelah 100 hari dari hari kemerdekaan 17 agustus 1945 PGI berubah nama kembali menjadi PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) dengan mendeklrasikan kemerdekaan dengan tiga tujuan :

  1. Memepertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia;
  2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan;
  3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.

Namun kini agaknya zaman telah mulai mengikis semangat perjuangan para guru. Kepedulian dan tanggung jawab mendidik murid masih sama namun kreatifitas guru-guru dirasa berkurang. Acap kali para guru masih menggunakan sistem dan metode pengajaran yang sama. Hal ini mengakibatkan murid-murid akan mudah merasa bosan apalagi dengan berkembangnya internet secara global seharusnya memacu guru lebih berpikir kreatif dan inovatif, perlu diketahui bahwa di Indonesia masih banyak guru yang Gaptek (gagap teknologi).

 

Apakah penyebab dari kondisi seperti ini ?Professor, dokter, dan insinyur pun jadi tapi mengapa gaji guru Umar Bakri seperti dikebiri ?”. Lantunan lirik dari Iwan fals ini mencerminkan sindiran kesejahteraan guru yang sebenarnya terjadi sekarang , dengan gaji pas-pasan seorang guru harus berhutang sana sini untuk menghidupi keluarga, maka sudah bukan rahasia bila guru-guru PNS, sengaja menggadaikan Sertifikasi Kerja (SK) ke bank untuk mendapatkan dana untuk kebutuhan sendiri maupun investasi.Walaupun menggadaikan SK adalah hak masing-masing pribadi, namun hal ini mengindikasikan bahwa dengan gaji pokok saja tidak cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari.

 

Lantas apa akibatnya ? Kondisi seperti mengakibatkan kinerja mengajar guru ditakutkan bukan lagi untuk mengasah kreativitas dan kecerdasan murid melainkan bagaimana mencari celah kreatif menghasilkan uang dari sela-sela mendidik. Pernah sekali waktu penulis bertemu seorang guru di warung kopi, beliau mengeluhkan gajinya yang habis dan hanya tersisa sekitar 100 ribu per bulan karena menggadaikan SK nya . Setelah ada dana BOS, guru dilarang “menjual buku” sehingga untuk sehari-hari keluarganya terpaksa makan dari uang tabungan anak-anak yang akan dibayar akhir semester dari gaji ke 13 atau SK itu pun jika masih tersisa, bila tidak, terpaksa meminta bantuan kas dari sekolah.

 

Bagaimana nasib guru honorer ? Mereka pun tak kalah memprihatinkannya. Banyak kita temui di media para guru honorer mendapat upah yang besarnya jauh di bawah standar. Bahkan banyak guru honorer yang berpuluh-puluh tahun mengabdi, masih saja tidak diangkat menjadi PNS . Persaingan menjadi PNS yang susah dengan kalkulasi penerimaannya kecil menyebabkan lahirnya para “mafia pendidikan”, berburu SK dengan cara-cara yang tidak sepatutnya. Maka selama kondisi ini masih membudaya, jangan harap muncul para guru yang benar-benar berkualitas, toh jalurnya saja sudah salah.

 

Seharusnya guru disejahterakan bahkan agar mereka tak lagi berpikir materil melainkan moril bagi siswa, gaji diatas rata-rata perbulan dengan rumah dinas yang layak untuk keluarga dan tanggungan masa tua . Pemerintah sudah sepatutnya lebih menghargai jasa guru dengan memenuhi kebutuhannya sehingga kelak diharapkan para guru hanya fokus untuk mengajar. Setelah kebutuhan para guru terpenuhi, maka sistem pun akan mudah untuk dirubah.

 

Mari sejenak belajar pada Finlandia. Finlandia menerapkan sebuah sistem belajar yang disebuat dengan “teach less, learn more”. Sistem pini adalah buah pemikiran dari Profesor Reuven Feuerstein yang berfokus pada konsep bahwa setiap orang mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyerap pelajaran. Pemerintah Finlandia memiliki berbagai kebijakan menyangkut sistem pendidikannya, antara lain :

  1. Pendidikan gratis hingga S2;
  2. Tidak adanya PR (Pekerjaan rumah);
  3. Para Guru minimal bergelar S2;
  4. Tidak adanya Ujian Nasional; dan
  5. Sistem belajar yang mengutamakan imajinasi, kreatifitas, keterampilan sosial, kolaborasi serta kepimpinan siswa dalam bermain ketimbang belajar .

Poin nomor 5 dipercayai mampu merangsang otak untuk tumbuh dan berkembang dengan seimbang sehingga membantu performa akademik. Sekitar 20% waktu anak di sekolah dialokasikan untuk bermain bebas. Prinsipnya: “The children can’t learn if they don’t play. The children must play” dan hasilnya Finlandia menjadi negara terbaik dalam kualitas pendidikan.

 

Sinkronisasi pemerintah pun dituntut untuk ikut dalam pengembangan guru yang terpelajar dan menganut ide kreatifitas dalam belajar agar tidak jenuh walaupun sebelumnya pemerintah bermaksud mencontoh sistem pembelajaran Finlandia dengan memberikan banyak bekal pembelajaran guru melalui KURTILAS ( kurikulum 2013 ) yang Tujuan utamanya adalah agar murid-murid menjadi lebih kreatif dan inovatif. Intinya lagi, murid yang harus “mengejar” guru dan bukan guru yang “mengejar” murid seperti yang dilakukan pada sistem pendidikan sebelumnya.

 

Namun dengan alasan belum di evaluasi matang “Guru dan anak-anak merasa kurikulum menjadi beban.” Padahal menurut Anies baswedan sebagai menteri pendidikan, kurikulum seharusnya menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.Beberapa guru saking pusingnya mempelajari tuntutan Kurtilas yang harus intens memonitor murid dari awal masuk sekolah hingga pulang, menyindir KURTILAS sebagai kurikulum tidak jelas.

 

Guru memang tidak berjasa , guru bukan memberi jasa (baca: pelayanan) melainkan memberikan cara mendidik terbaik bagi murid-muridnya, Seperti halnya “kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa hanya memberi tak harap kembali”. Salah satu trilogi paling terkenal dari guru besar bangsa HOS Tjokroaminoto “Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat”

 

Setinggi-tinggi ilmu, hingga rakyat saat itu membuka mata bahwa kolonialisme dan feodalisme bukan kondisi final yang ideal. Keluar dari rasa nyaman yang terlanjur tertanam di benak priyayi-priyayi Jawa yang dibuai politik etis Belanda, dan petani yang tenang-tenang saja.

 

Semurni-murni tauhid, sehingga pelaku dan penerus kebangkitan selalu takut akan azab Allah jika khianat dalam amanahnya menjalankan negeri ini. Seperti Umar bin Khattab ra. yang ditanya, “Kenapa engkau tidak menghias Ka’bah dengan sutera?” dan menjawab “Perut orang mukmin lebih utama.”

 

Sepintar-pintar siasat, sehingga cita-citanya itu beliau wujudkan dalam wadah organisasi strategis, yang beliau setia kepadanya hingga akhir hayatnya, tak lupa mewarisi cita-citanya kepada generasi penerusnya.

 

Menjadi guru adalah pekerjaan mulia , orang yang berilmu dan mengamalkan pada orang banyak dan setiap ajarannya akan selalu diingat membekas di kepala murid-muridnya . Orang dengan pekerjaannya mengajar dan kerap jadi sangat cerewet menasehati, memberikan hukuman, dan selalu bertindak keras bila murid kerap tidak disiplin namun disamping itu mereka lakukan karena mereka menyayangi dengan ketulusan seperti orang tua kita ketika di rumah .Maka mulialah para guru yang mengajar begitu banyak anak didik dengan generasi berbeda-beda ,luar biasa sekali dedikasinya. Sebagaimana yang dikatakan sebagian ulama:

 

“Barangsiapa yang mengamalkan ilmunya maka Allah Ta’ala akan menganugerahkan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya dan barangsiapa yang tidak mengamalkan ilmunya maka dikhawatirkan Allah Ta’ala akan menghapus semua ilmunya”

 

Selamat Hari Guru Nasional 2015

 

Sumber :

 

Profil Singkat Penulis :

Seorang penikmat teh susu dengan cita-cita menjelajahi Indonesia sampai Utrecht dan sering nyasar ketika traveling. Acap kali kedapatan berkicau melalui akun twitter @Rizky91__ dan blog pribadinya http://balikbandung91.blogspot.co.id/

About The Author

ruangreka

No Comments

Leave a Reply

THE MEDIA

WHO TALKING ABOUT US

ALWAYS HERE

CONTACT US

Our staff is happy to help you